Jumat, 04 November 2016
Bicara Baik atau Diam
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ يَضْمَنَّ لِي مَابَيْنَ لِحْيَيْهِ وَمَا بَيْنَ رِجْلَيْهِ أَضْمَنْ
لَهُ الْجَنَّةَ
“Barang siapa bisa memberikan jaminan kepadaku (untuk menjaga) sesuatu
yang ada di antara dua janggutnya dan dua kakinya, kuberikan kepadanya
jaminan masuk surga.”
Yang dimaksud dengan “sesuatu yang ada di antara dua janggutnya” adalah
mulut, sedangkan “sesuatu yang ada di antara dua kakinya” adalah
kemaluan.
Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَليَقُلْ خَيْرًا
أَوْ لِيَصْمُت
“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir maka hendaklah ia
berkata baik atau hendaklah ia diam.” (Muttafaq ‘alaih: Al-Bukhari, no.
6018; Muslim, no.47)
Ibnu Hajar menjelaskan, “Ini adalah sebuah ucapan ringkas yang padat
makna; semua perkataan bisa berupa kebaikan, keburukan, atau salah satu
di antara keduanya. Perkataan baik (boleh jadi) tergolong perkataan yang
wajib atau sunnah untuk diucapkan. Karenanya, perkataan itu boleh
diungkapkan sesuai dengan isinya. Segala perkataan yang berorientasi
kepadanya (kepada hal wajib atau sunnah) termasuk dalam kategori
perkataan baik. (Perkataan) yang tidak termasuk dalam kategori tersebut
berarti tergolong perkataan jelek atau yang mengarah kepada kejelekan.
Oleh karena itu, orang yang terseret masuk dalam lubangnya (perkataan
jelek atau yang mengarah kepada kejelekan) hendaklah diam.” (lihat
Al-Fath, 10:446)
Imam An-Nawawi rahimahullah menyebutkan dalam Syarah Arbain, bahwa Imam
Syafi’i rahimahullah mengatakan, “Jika seseorang hendak berbicara maka
hendaklah dia berpikir terlebih dahulu. Jika dia merasa bahwa ucapan
tersebut tidak merugikannya, silakan diucapkan. Jika dia merasa ucapan
tersebut ada mudharatnya atau ia ragu, maka ditahan (jangan bicara).”
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar